Ketika Stadion El Sadar Terdiam
Di Pamplona, malam terasa panjang bagi publik tuan rumah.
Osasuna sudah menatap papan skor 2-2 dan bersiap menerima satu poin.
Namun, di menit 90+2, bola liar jatuh di kaki seorang pemain berusia 38 tahun yang sudah lebih dari satu dekade menjadi wajah Celta Vigo.
Iago Aspas — tenang, tanpa terburu-buru — melepaskan tendangan voli rendah ke pojok kiri gawang Sergio Herrera.
Bola bersarang, stadion hening, dan seisi bench Celta meledak dalam selebrasi.
Bagi suporter Galicia, momen itu lebih dari sekadar kemenangan tandang.
Itu simbol bahwa Celta belum selesai, belum menyerah, dan masih punya nyala di dalam tim yang terus dicap tak konsisten sejak awal musim.
Dari Ketertinggalan Menjadi Kebangkitan
Celta Vigo tidak memulai laga dengan mudah.
Osasuna tampil dominan di hadapan publiknya, unggul cepat lewat Ante Budimir di menit 24 dan kembali memimpin di awal babak kedua.
Namun Celta menunjukkan sesuatu yang berbeda malam itu — ketenangan di tengah tekanan.
Alih-alih panik, mereka tetap sabar memainkan bola, menunggu ruang kecil untuk dibuka.
Hasilnya datang bertahap: dua gol dari Ferran Jutgla mengubah momentum pertandingan sebelum Aspas memastikan semuanya di akhir laga.
Rafael Benítez, yang sempat diragukan karena start lambat musim ini, akhirnya melihat timnya tampil sesuai rencana: efektif, berani, dan punya keberanian menunggu momen tepat untuk menyerang.
Data Bicara: Efisiensi Lebih Bernilai daripada Dominasi
Statistik memperlihatkan kontras yang jelas antara dua tim.
| Statistik | Osasuna | Celta Vigo |
|---|---|---|
| Penguasaan Bola | 62 % | 38 % |
| Tembakan | 16 | 9 |
| Tepat Sasaran | 7 | 5 |
| Gol | 2 | 3 |
| Efisiensi Serangan | 28 % | 60 % |
Osasuna unggul di hampir semua aspek kecuali satu hal: penyelesaian akhir.
Celta tidak butuh banyak peluang — hanya ketepatan membaca ruang dan keberanian mengeksekusi.
Gol Aspas menjadi bukti nyata bahwa tim yang sabar menunggu ritme bisa mengalahkan lawan yang bermain terlalu cepat tanpa arah.
Aspas dan Simbol Identitas Klub
Bagi banyak orang di Galicia, Celta Vigo adalah Aspas, dan Aspas adalah Celta Vigo.
Lahir di Moaña, kota kecil di pesisir barat laut Spanyol, Aspas tumbuh bersama klub ini dari akademi hingga menjadi ikon.
Gol di menit 90+2 hanyalah babak lain dari kisah panjang kesetiaannya.
Setiap kali ia mencetak gol, publik Celta tidak hanya melihat angka, tapi identitas yang bertahan.
Dalam sepak bola modern yang serba transaksional, Aspas menjadi antitesis — pemain yang memilih bertahan di rumah sendiri, membangun warisan di tempat ia dilahirkan.
“Saya tidak memikirkan usia, saya hanya tahu bagaimana rasanya mencetak gol untuk Celta,”
kata Aspas singkat usai laga.
Kalimat itu sederhana, tapi mengandung arti besar: cinta terhadap klub masih bisa jadi bahan bakar kemenangan.
Mentalitas Baru di Bawah Benítez
Musim lalu Celta dikenal inkonsisten — bisa menang besar minggu ini, lalu kalah dari tim papan bawah di pekan berikutnya.
Benítez mencoba mengubah pola itu dengan menanamkan gaya yang lebih pragmatis: tidak harus menguasai bola, tapi wajib memanfaatkan setiap peluang.
Dan strategi itu mulai terlihat hasilnya.
Dalam tiga pertandingan terakhir, Celta mencetak tujuh gol meski rata-rata hanya menguasai bola 42 % per laga.
Artinya, mereka kini tahu bagaimana bermain efisien tanpa kehilangan karakter ofensif khas Galicia.
| Periode | Gol | Rata-rata Possession | Efektivitas |
|---|---|---|---|
| 3 Laga Terakhir | 7 | 42 % | 93 % peluang berbuah tembakan tepat sasaran |
Benítez menyebut kemenangan atas Osasuna sebagai “kemenangan mental”.
“Kami menolak menyerah bahkan ketika semua orang mengira pertandingan selesai,” ujarnya.
“Tim ini mulai percaya bahwa kami bisa menang dengan cara apa pun, bahkan di menit akhir.”
Publik Galicia dan Kebanggaan yang Kembali
Celta Vigo bukan klub dengan anggaran besar atau skuad bertabur bintang.
Namun mereka punya sesuatu yang tak bisa dibeli: hubungan emosional antara pemain dan suporter.
Setiap kali tim mencetak gol tandang, ada gema kecil di Vigo — bar-bar di tepi pelabuhan bersorak, sirene kapal nelayan berbunyi pelan.
Kemenangan atas Osasuna terasa seperti kembalinya harapan bagi kota itu.
Dalam satu malam, semangat yang sempat redup kembali menyala.
Osasuna: Dominasi Tanpa Hasil
Bagi Osasuna, kekalahan ini terasa menyesakkan.
Mereka menguasai permainan, punya lebih banyak peluang, tapi justru kehilangan fokus di saat krusial.
Jagoba Arrasate mencoba tetap tenang dalam konferensi pers, namun jelas kecewa.
“Kami kehilangan kendali dalam sepuluh menit terakhir, dan itu cukup untuk menghancurkan hasil kerja keras 80 menit sebelumnya,” katanya.
Osasuna kini turun ke posisi 14 klasemen dengan 10 poin — hasil yang tak sesuai ekspektasi publik Pamplona setelah start apik di awal musim.
Klasemen La Liga 2025/26 Usai Pekan ke-10
| Posisi | Tim | Main | Poin |
|---|---|---|---|
| 11 | Sevilla | 10 | 11 |
| 12 | Mallorca | 10 | 11 |
| **13 | Celta Vigo | 10 | 10** |
| **14 | Osasuna | 10 | 10** |
| 15 | Getafe | 10 | 9 |
Tambahan tiga poin membuat Celta perlahan menjauh dari zona bawah.
Lebih dari posisi, kemenangan ini membangkitkan keyakinan bahwa tim mereka masih bisa bersaing di papan tengah.
Refleksi: Gol yang Menjadi Pesan
Gol Aspas di menit 90+2 tidak hanya menutup pertandingan, tapi membuka babak baru bagi musim Celta Vigo.
Sebuah gol yang berbicara tentang ketekunan, pengalaman, dan keyakinan bahwa hasil datang bagi yang bertahan paling lama.
Dalam sepak bola, tidak ada momen yang lebih emosional daripada melihat pemain veteran memimpin dengan aksi nyata, bukan kata-kata.
Aspas menunjukkan bahwa semangat tidak menua, dan motivasi bisa menular pada generasi muda di ruang ganti.
Di sinilah kemenangan Celta terasa lebih dalam:
bukan hanya karena skor, tapi karena mereka akhirnya menemukan kembali jati diri — tim pekerja keras yang selalu hidup sampai peluit terakhir.
Redaksi Bola Discover | Pringsewu, 27 Oktober 2025
